SILAU MANCerpen Karya Noerhayati
”Nggak deh, Mi. Andi malu.” tolak Andi bersikeras.
Si
mami nggak langsung merespon, hanya bibirnya saja yang terus
senyum-senyum aneh, tapi nggak lama karena setelah itu anaknya
laki-lakinya itu langsung melotot tajam waktu ngelihat maminya hendak
tertawa.
”Mamiiiii.... ” teriaknya marah.
”Andi, mami minta maaf deh. Habisnya cuma itu satu-satunya cara.”
”Pokoknya nggak, Andi nggak mau. Titik.” ujarnya sedikit tenang.
”Tapi kan...”
”Ahh, nggak pake tapi, nggak pake’ koma, pake’nya titik.”
 |
Cerpen Lucu - Silau Man |
Terbayang olehnya tawa ejekan dari teman-temannya nanti ketika melihat
kedatangannya dengan keadaan yang memalukan seperti itu. Oh no! Batinnya
menjerit.
”Aku mau jalan dulu deh, Mi.” ujar Andi akhirnya.
”Kemana?” tanya mami dengan masih menyisakan senyum di bibir.
”Ke
tempat teman, mau minta saran. Andi yakin, mereka nggak mungkin setega
mami, mereka nggak mungkin ketawa.” balasnya yakin seyakin-yakinnya.
”Oh.” Jawab mami singkat.
Cuma oh? Ya ampun mami, tega banget sih sama anak sendiri, bukannya dikasih dukungan, Cuma bilang oh??? Sungguh terlalu.
Dengan
kesal Andi pun beranjak dari kursi, mengambil ransel kemudian tanpa
cipika-cipiki doi cabut sebelum akhirnya mami memanggil dengan suara
super lembut.
Sontak Andi berbalik, mengira maminya akan menahan
kepergiannya, atau setidaknya mengucapkan sesuatu yang paling tidak bisa
membuatnya tenang, aman, damai, tentram, bahagia dan sehat sentosa. Nah
lo, jadi jaka sembung.
”Kenapa, mi?”
”Nih.”
Mami melemparkan topi kupluk ke arah Andi dengan wajah tanpa dosa.
”Cara alternatif nomor satu.” katanya sambil mengedipkan mata ke Andi.
Arghhh...
Andi
pun berangkat ke rumah Diana sahabat karibnya, dan kebetulan ada Lina
dan Hendra disana. Kedatangannya memang disambut dengan suka cita, tapi
siapa menyangka ketika Andi membuka topinya, meledaklah tawa ketiga
sahabatnya. Bukannya memberi saran atau masukan, semuanya malah ngakak
di hadapannya, tanpa rasa segan. Bahkan si Lina, yang wataknya memang
suka ceplas-ceplos dengan santainya berkata,
”Sejak kapan lo doyan model begituan?”
Wadaw... sakit hati banget bo!! Belum juga dimintai saran, udah diledekin duluan, ternyata oh ternyata...
Diana
tertawa ngakak sambil terus memegang perutnya yang berisi lemak, not
beby. Lina sendiri yang membuat guyon tak kalah hebohnya, dengan
semangat 45 ia memukul-mukul meja yang ada di hadapannya. Bahkan Hendra,
cowok cakep yang nggak hobby tertawa saja jadi ikutan ngakak nggak
karuan, liurnya saja sampai muncrat-muncrat keluar. Hanya Andi, cowok
kemayu yang sama sekali tak menampakkan ekspresi akan tertawa, seperti
yang dilakukan ketiga sahabatnya itu. Hanya wajahnya saja yang terlihat
begitu merah padam.
”Sialan lo semua!!” Katanya kesal. Diraihnya
ransel yang tergeletak di lantai, kemudian pergi tanpa pamit
meninggalkan ketiga makhluk hidup yang sudah mulai meracau, ketawanya
saja sudah mirip nenek lampir.
”Nah lo, ngambek tuh!” teriak Diana ketika Andi sudah sampai pintu. Ihh... beneran deh, Tegaaa....
”Shut the fuck up!!!”
Dan Brakkk...
Pintu
tertutup dengan suara bantingan yang keras. Ketiga sabahat yang super
tega itu pun kaget bukan kepalang mendapat perlakuan seperti itu dari
seorang Andi yang selama ini tak pernah marah, bahkan jika diejek. Tapi
kok sekarang jadi ngambek gitu? Pikir mereka heran. Bahkan Andi sendiri
tak tahu kenapa ia bisa semarah itu.
***
Andi bingung, siapa
yang harus disalahkan atas apa yang menimpanya hari ini. Meski doi sudah
habis-habisan ngomel sama adik laki-lakinya yang masih berumur enam
tahun itu, tapi tetap saja tidak dapat menyelesaikan masalahnya. Sialnya
lagi, nggak ada seorang pun yang bisa dimintai saran. Bahkan temannya
sekali pun.
”Potong aja, Kak.” kata adiknya polos.
”Apa? Kepalamu sini kupotong. Bikin masalah aja.”
”Ih, kak Andi jahat. Mami...” rengeknya manja sambil memanggil mami yang hanya melihat tingkah kedua anak laki-lakinya.
”Nangis... nangis. Enak ya, sudah gunting-gunting rambut orang semaunya gitu.”
”Dimas kan cuma pengen belajar potong rambut.” balas Dimas membela diri.
”Eh, mau belajar tuh jangan yang beginian, bahaya. Belajar, ya baca buku sana.” teriaknya semakin kesal.
”Dimas kira kak Andi nggak marah, habisnya kak Andi kan diam aja waktu Dimas potong rambutnya.”
”Ya iyalah kakak diam, lagi asik tidur juga.”
”Oh.” jawabnya singkat, sama seperti yang maminya ucapkan tadi siang.
”Bete bete ah!!”
***
Singkat
kata singkat cerita, Andi pun menuruti saran mami dan adiknya. Dengan
langkah lunglai ia pun pergi ke salon, mengatakan pada karyawannya untuk
segera mencukur habis rambutnya. Botak, botak deh sekalian.
Dan
setelah beberapa menit kemudian, selesailah prosesi pencukuran rambut
tersebut. Andi sengaja tidak melihat cermin, pikirnya nanti saja,
selesai dicukur. Dan betapa keget bukan kepalangnya Andi ketika melihat
dirinya di cermin, bahkan ia sendiri sempat pangling, itukah dirinya
yang sekarang???
Silau abizzz deh!!!
”Ih, lecek bo!” komentar salah seorang karyawan salon yang sudah menjelma menjadi perempuan.
”Apa tuh?”
”Lekong Cekong, bo.”
Mhhh... akhirnya datang juga. Kiamat.
Tak
bedanya sewaktu Andi di salon tadi, mami dan adiknya Dimas tak
henti-hentinya memuji-muji penampilan Andi. Tapi bukannya senang, Andi
malah merengut.
”Andi nggak suka dibilang cakep.”
”Lalu?”
”Pokoknya nggak suka.”
”Iya deh, anakku yang tampan.”
”Mami...”
Hilang
sudah kesabaran Andi, ia pun pergi dengan BIMOLI, alias bibir monyong
lima centi. Dalam hati ia menggerutu, kenapa sih hari ini gue sial
banget?
Ia berencana menemui ketiga sahabatnya lagi, dan berharap
kali ini mereka tidak mengecewakannya lagi. Andi sengaja tidak membawa
topi, karena ia tak mau melihat temannya kaget dan tertawa ngakak lagi.
Tapi tidak seperti apa yang diduga sebelumnya, ketika Andi sudah sampai
ke rumah Diana yang kebetulan saat itu juga hadir kedua temannya, Hendra
dan Lina semuanya malah mematung, seolah tak mengenali siapa yang
sedang berdiri di hadapan mereka.
“Cari siapa?” Tanya Diana polos.
Andi mengerutkan dahi, “Ya cari kalian lah, siapa lagi?”
Diana
cs bingung, masing-masing dengan ciri khasnya, Hendra yang mengerutkan
dahi, Diana yang garuk-garuk kepalanya yang memang kutuan, dan Lina yang
menyipitkan matanya yang sudah sipit dari sononya.
“Emang lo siapa?”
“Ya Ampun, gue nggak dikenali? Tega banget sih kalian ini?”
“Emang kami kenal sama lo?”
“Ampun
DJ!!! Gue ANDI.” Teriak Andi jengkel. Sialan banget sih, masa segitunya
cakepnya gue ampe nggak ada yang kenal. Batinnya bergumam.
“Andi?”
Tanya Diana tak percaya, Lina dan Hendra yang sedang asik duduk di sofa
segera menghampiri kedua sahabatnya yang sedang berdiri di pintu.
“Lo Andi?” Ulangnya lagi. Andi hanya manggut-mangut mengiyakan.
“Anjrit.
Lo cakep banget. Pangling gue lihat penampilan lo, cakep banget, swear
tekewer-kewer.” Lina berteriak kaget mendapati sahabatnya kini menjelma
menjadi sosok pria yang amboy cuakepnya...
“Ihhh... sebel deh. Kok semua pada kompakan bilang gue cakep sih?”
“Yah,
dipuji kok marah sih? Bangga dong.” Balas Hendra yang tampaknya iri
dengan penampilan baru Andi, soalnya seumur-umur doi belum pernah
dibilang cakep.
“Gue pengen jadi tuyul. Puas lo?” Ujar Andi mangkel.
Emosinya
udah nyampe ke ubun-ubun, doi berbalik cepat, pengen pulang. Pokoknya
Andi udah dongkol banget, serba salah deh. Dipotong salah, nggak
dipotong justru tambah salah.
Tapi sebelum Andi sampai di pintu pagar, Hendra, Lina dan Diana koor teriak,
“Silau man!! Hahaha....”
END